Abaikan Saja
Aku sering berpikir, bagaimana rasanya menjadi benda lain. Bagaimana rasanya menjadi langit luas yang harus berubah perasaan setiap saat, bahkan seperti dua wajah, hitam lalu putih. Bagaimana rasanya menjadi embun di pagi hari, yang harus patuh untuk luruh dilalap cahaya matahari, bahkan tak sempat berkenalan dengan siang. Bagaimana rasanya menjadi laut, bergelombang lalu kembali lagi, menyimpan milyaran benda bergerak di kedalaman, bahkan tak boleh berteman dengan daratan. Bagaimana rasanya menjadi burung, terbang pagi pulang petang, menemui sarang yang anak-anaknya mungkin telah dicuri binatang garang, bahkan tak bisa mampir di daratan dalam waktu yang panjang. Bagaimana dan bagaimana. Lalu kulihat cermin yang memantulkan sketsa wajah. Bahkan aku sempat berpikir, apakah benar wajah yang ada di cermin adalah wajah yang sesungguhnya? Bagaimana jika cermin-cermin di dunia bekerjasama untuk membuat tipuan. Bagaimana jika sebenarnya, wajah kita lebih cantik atau lebih buruk d