Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Sulam Selam Kenangan

Gambar
Aku menyulam, lalu menyelami kenangan Aku merajut, kemudian mengenakan Aku menjahit senyuman demi senyuman Tapi pada akhirnya, aku di sini, menangis tenggelam. Duhai engkau yang berenang di deras air mataku Telah lama aku merangkak dalam gelap rindu Ke manakah kau sembunyikan cahaya wajahmu Tunjukilah aku sewaktu-waktu Aku takut buta bila layu. Erat kudekap, Memunguti yang terserak Puing demi puing Kutunggui sinar yang redup Dengan kaki tersimpuh melepuh Biar, kutanggungi kepedihanku Kuusap sendiri sungai di wajahku Asal, kau bawa kembali harapan yang kubayang siang dan malam Asal, kau siram tanaman demi tanaman yang bernamakan dirimu, di halaman penantian Asal, kau hantarkan segenap kebahagiaan yang kupertaruhkan sepanjang perjalanan.

Gagap Gugup Gempita

Gambar
Yang terdengar hanya detak detik jantungku Seperti palu memukul-mukul kayu Bohong jika kubilang aku tak gugup Saat itu, aku bahkan takut bersuara, khawatir kau akan mendengar ia bergetar Aku takut tersenyum, khawatir senyumanku berubah canggung. Tahukah, saat dirimu berjalan di depanku dan aku di belakangmu, kutatap bayangan kita Mengukur-ukurnya agar jangan terlalu dekat, takut tak kuat. Sesekali merapal doa, mengirimnya ke langit diam-diam, takut kau dengar. Kemudian aku akan pura-pura kepanasan, atau kelelahan, atau apa saja saat kau menoleh. Ini mungkin seperti kegugupan Hawa saat pertama bertemu Adam di Surga Kegugupan yang ingin kuulang jutaan kali lagi Tidak peduli wajahku yang memerah karena malu Atau langkahku kikuk terlihat lucu Atau tawaku sumbang karena bertingkah ragu.. Oh diriku, berlakulah biasa saja agar ia tak tahu! Bahwa perasaanku bercampur berwarna warni, lebih indah dari pelangi, lebih sejuk dari awan, lebih membahagiakan daripada saat kau bubar

Aku hujan yang akan selalu pulang

Gambar
Aku mencintaimu bagai titik titik hujan yang pecah di tanah, menyelusup lewat celah dan kembali pada laut yang terangkat beruap menuju langit, lalu turun lagi dan tak bosan melaui siklus yang sama berjuta-juta masa. Maka kaukah itu yang mengintip dari balik jendela, menyanyikan tembang bernada rendah sesayup bunyi ketukanku di halaman rumahmu. Jika beruntung, kau akan bersedia menari bersama basah dengan senyum termanis yang pernah kutatap sepanjang jalan yang kulaui menuju ke mari. Wahai, yang merindu sepanjang malam menyebut namaku. Aku hujan yang akan selalu pulang. Aku dicipta untuk menyiram halaman halaman. Perjalananku terkadang lebih panjang dari igauan igauan. Jadi bersabarlah dalam mencintaiku. Aku tidak pernah khianat. Kecuali jika Tuhan jadikan bumimu kemarau. Ya. Jika kemarau mengingankanmu, cobalah mencintainya juga. Aku tidak apa-apa.

Halaman Persembahanku

Gambar
Allah, Tuhanku... Kalau bukan karena kuasa dan kehendakMu, takkan sampai aku di sini, di ujung perjalanan panjang yang gelap dan mendaki. Tak terhitung berapa kali aku tergopoh bangkit dengan luka-luka di kaki, hingga tak mampu lagi kubedakan antara keringat dan airmata di pipi. Tapi Engkau sungguh Maha, menjadikan mungkin semua yang tak kurasa bisa, memudahkan apa yang kupikir sulit. Hingga akhirnya, hanya Engkau yang tahu betapa aku bersyukur, telah Engkau bukakan gerbang kelulusan ini bagiku, Segala puji hanya milik Engkau, Allahku... Untumu, Ayah dan Ibu... Jemariku sulit menggores, lidahku kelu berucap, karena sungguh tak bisa kugambar dengan benar betapa besar rasa syukurku kepada Allah yang telah menjadikan Engkau sebagai orangtuaku, Sungguh tiada lain tiada bukan, aku kuat karena mengharap senyum di kedua wajah yang kukasihi. Berharap sedikit saja dapat kubalas dari segenap pengorbananmu selama ini. Meskipun sekali-kali tidak, seujung kuku pun tak terbalas