Postingan

H-15

Gambar
Bagaimana rasanya menjadi seorang wanita yang dicintai penuh olehmu, tuan? Bagaimana rasanya menjadi tempat pulang setiap sore menjelang malam? Bagaimana rasanya bangun dengan engkau sebagai pemandangan? Bagaimana rasanya memiliki teman sepanjang hidup dengan segala jenis perasaan? Aku penasaran. Aku tak sabaran. Tapi aku sedikit ketakutan. Jika barangkali, engkau berharap berlebihan, pada diriku yang kurang. Aku takut mengecewakan mimpi-mimpi indah yang mungkin sering kau bayang. Tapi tidak apa. Kita mungkin akan sama sama mengungkapkan kekecewaan sekaligus kekagetan. Atas lebih dan kurang, yang tak terpikirkan. Biarlah hari-hari yang akan kita simpan esok hari untuk dilalui bersama menjadi rahasia, dengan berbagai rupa yang tak kita kira. Karena aku telah bersedia.

Bila Mungkin

Aku ingin menjadi pintu rumahmu, Tuan Yang kau temui setiap pagi saat kau bersiap. Meski untuk pergi. Aku biar menjadi jendela kamarmu, Tuan Yang kau salami setiap malam sebelum kau terlelap. Meski untuk sesekali. Aku rela menjadi keringat di wajahmu, Tuan Yang kau usap setiap aku ingin tinggal. Meski sebentar. Tapi bagaimanalah akan kuubah. Aku hanyalah aku yang terpisah. Jauh melebihi kesabaranku. Melebihi kekuatan yang kupaksakan. Bila engkau mau berbaik hati. Kirimilah aku sepucuk saja kabar. Bahwa aku akan kau temui. Bahwa senyumku akan kembali. Atau bila tidak. Izinkan kujahit kata terakhir yang bisa kusampaikan. Bahwa engkau adalah angka yang tak terjumlah di hatiku. Bahwa engkau adalah laut yang banjir melimpah di lamunanku. Bahwa engkau tak ubahnya huruf yang kurangkai dalam jutaan doaku. Tapi aku baik-baik saja. Aku punya genangan cerita di mataku. Yang akan kututup ke sebalik pejaman. Dan aku punya wajahmu di ingatan. Yang akan kukubur dalam. Ke seba

Bahkan Kamu Takkan Mampu

Aku hendak menitipkan rindu pada entah siapa Biar lapang dadaku untuk sebentar saja Mungkin pada awan yang biasa dititipi air mata langit Atau pada ombak yang marah mendeburi batu tanpa sakit Aku hendak menitipkan rindu pada entah siapa Biar kering pipiku, biar terang wajahku Mungkin pada bulan yang terbiasa menangis saat kelam menenggelamkan bintang Mungkin pada hujan yang datang sebagai basah untuk memeluk tanah yang tak selalu terjamah Aku hendak melupakanmu untuk satu pejaman saja Agar aku tak lupa bagaimana nyenyaknya rebah dan tenangnya lamun Akan kubayar meski dengan helaian terakhir rambutku Tapi tidak akan. Aku tahu aku tak bisa menitipi siapapun rindu ini Karena tak akan kuat. Tak akan kuat. Awan akan kehilangan putih kelabunya Ombak akan pecahkan semua yang ditemuinya Bulan terbelah, dan hujan membeku. Biar aku. Bahkan kamu takkan mampu.

Sulam Selam Kenangan

Gambar
Aku menyulam, lalu menyelami kenangan Aku merajut, kemudian mengenakan Aku menjahit senyuman demi senyuman Tapi pada akhirnya, aku di sini, menangis tenggelam. Duhai engkau yang berenang di deras air mataku Telah lama aku merangkak dalam gelap rindu Ke manakah kau sembunyikan cahaya wajahmu Tunjukilah aku sewaktu-waktu Aku takut buta bila layu. Erat kudekap, Memunguti yang terserak Puing demi puing Kutunggui sinar yang redup Dengan kaki tersimpuh melepuh Biar, kutanggungi kepedihanku Kuusap sendiri sungai di wajahku Asal, kau bawa kembali harapan yang kubayang siang dan malam Asal, kau siram tanaman demi tanaman yang bernamakan dirimu, di halaman penantian Asal, kau hantarkan segenap kebahagiaan yang kupertaruhkan sepanjang perjalanan.

Gagap Gugup Gempita

Gambar
Yang terdengar hanya detak detik jantungku Seperti palu memukul-mukul kayu Bohong jika kubilang aku tak gugup Saat itu, aku bahkan takut bersuara, khawatir kau akan mendengar ia bergetar Aku takut tersenyum, khawatir senyumanku berubah canggung. Tahukah, saat dirimu berjalan di depanku dan aku di belakangmu, kutatap bayangan kita Mengukur-ukurnya agar jangan terlalu dekat, takut tak kuat. Sesekali merapal doa, mengirimnya ke langit diam-diam, takut kau dengar. Kemudian aku akan pura-pura kepanasan, atau kelelahan, atau apa saja saat kau menoleh. Ini mungkin seperti kegugupan Hawa saat pertama bertemu Adam di Surga Kegugupan yang ingin kuulang jutaan kali lagi Tidak peduli wajahku yang memerah karena malu Atau langkahku kikuk terlihat lucu Atau tawaku sumbang karena bertingkah ragu.. Oh diriku, berlakulah biasa saja agar ia tak tahu! Bahwa perasaanku bercampur berwarna warni, lebih indah dari pelangi, lebih sejuk dari awan, lebih membahagiakan daripada saat kau bubar

Aku hujan yang akan selalu pulang

Gambar
Aku mencintaimu bagai titik titik hujan yang pecah di tanah, menyelusup lewat celah dan kembali pada laut yang terangkat beruap menuju langit, lalu turun lagi dan tak bosan melaui siklus yang sama berjuta-juta masa. Maka kaukah itu yang mengintip dari balik jendela, menyanyikan tembang bernada rendah sesayup bunyi ketukanku di halaman rumahmu. Jika beruntung, kau akan bersedia menari bersama basah dengan senyum termanis yang pernah kutatap sepanjang jalan yang kulaui menuju ke mari. Wahai, yang merindu sepanjang malam menyebut namaku. Aku hujan yang akan selalu pulang. Aku dicipta untuk menyiram halaman halaman. Perjalananku terkadang lebih panjang dari igauan igauan. Jadi bersabarlah dalam mencintaiku. Aku tidak pernah khianat. Kecuali jika Tuhan jadikan bumimu kemarau. Ya. Jika kemarau mengingankanmu, cobalah mencintainya juga. Aku tidak apa-apa.

Halaman Persembahanku

Gambar
Allah, Tuhanku... Kalau bukan karena kuasa dan kehendakMu, takkan sampai aku di sini, di ujung perjalanan panjang yang gelap dan mendaki. Tak terhitung berapa kali aku tergopoh bangkit dengan luka-luka di kaki, hingga tak mampu lagi kubedakan antara keringat dan airmata di pipi. Tapi Engkau sungguh Maha, menjadikan mungkin semua yang tak kurasa bisa, memudahkan apa yang kupikir sulit. Hingga akhirnya, hanya Engkau yang tahu betapa aku bersyukur, telah Engkau bukakan gerbang kelulusan ini bagiku, Segala puji hanya milik Engkau, Allahku... Untumu, Ayah dan Ibu... Jemariku sulit menggores, lidahku kelu berucap, karena sungguh tak bisa kugambar dengan benar betapa besar rasa syukurku kepada Allah yang telah menjadikan Engkau sebagai orangtuaku, Sungguh tiada lain tiada bukan, aku kuat karena mengharap senyum di kedua wajah yang kukasihi. Berharap sedikit saja dapat kubalas dari segenap pengorbananmu selama ini. Meskipun sekali-kali tidak, seujung kuku pun tak terbalas